TEMINABUAN – Kepala Distrik Saifi, Penihas Srefle meminta masyarakat Kampung Tirwanggo dan Kampung Kayabo,Komanggaret, Manggroho,Sisr, Mlaswat untuk berhenti melakukan pembalakan liar di wilayah hutan adat Saifi karena telah menyebabkan kerusakan parah pada ruas jalan dari Kampung Srer menuju Ibu Kota Distrik Saifi, Kampung Sayal Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya.
“Saya ingin sampaikan kepada seluruh masyarakat di Dusun Mbaibet dan Dusun Mala, setop jual kayu ilegal! Jalan ini makin hari makin rusak karena dilintasi truk pengangkut kayu berat tiap malam,” tegas Penihas Srefle saat memberikan sambutan usai ibadah perayaan HUT Pekabaran Injil Masul di Kampung Tirwanggo Sayal.(5/6/2025).dan Arsoi Makambar Jumat. (6/6/2025.
Kepala Distrik Saifi, Penihas Srefle meminta masyarakat Kampung sayal Tirwanggo, kayabo, Komanggaret, Sisir, Manggroho, Mlaswat untuk berhenti melakukan pembalakan liar di wilayah hutan adat Saifi karena telah menyebabkan kerusakan parah pada ruas jalan dari Kampung Srer menuju Ibu Kota Distrik Saifi, Kampung Sayal Tirwanggo Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya.
Penihas juga meminta pemerintah provinsi dan kabupaten segera mengecek legalitas izin usaha kayu yang digunakan oleh para pelaku di hutan adat Saifi.
“Saya mohon, pemerintah provinsi dan Kabupaten Sorong Selatan segera turun cek izin-izin usaha kayu ini. Jangan sampai masyarakat terus-terusan menebang dan menjual kayu secara ilegal tanpa ada tindakan dari pihak berwenang imbuhnya,” katanya.
Sebagai kepala distrik, Penihas mengaku telah menegur para supir truk yang melintas pada malam hari.
Ketua Anak Muda Adat Kna Saimos (AMAK), Nabot Sreklefat menyatakan keprihatinannya terhadap lemahnya tata kelola kehutanan dan minimnya pengawasan terhadap aktivitas penebangan kayu di wilayah adat mereka.
Nabot mengatakan menebang di kawasan hutan lindung atau konservasi tanpa izin, tidak memiliki Rencana Kerja Usaha (RKU) atau Rencana Kerja Tahunan (RKT), tidak mematuhi sistem verifikasi legalitas kayu SVLK Sanksi Hukum, pelaku pembalakan liar dapat dikenakan Pidana penjara hingga 15 tahun, dan denda hingga Rp 100 miliar.
“Kami melihat dan merasakan langsung bahwa tata kelola kehutanan, baik oleh dinas kehutanan Kabupaten Sorong Selatan maupun Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, sangat buruk dan tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata Nabot Sreklefat di Kabupaten Sorong, Jumat (6/6/2025).
Sampai saat ini,tidak ada upaya penertiban nyata terhadap aktivitas pengambilan kayu yang dilakukan secara ilegal. Bahkan, ekspor kayu dari Sorong Selatan berlangsung bebas tanpa pengawasan sama sekali.
“Kami menyaksikan sendiri bahwa semua aktivitas usaha kayu, baik yang diambil dari wilayah adat Saifi maupun dari wilayah-wilayah lain di Kabupaten Sorong Selatan, tidak mendapatkan pengawasan. Kayu-kayu ini dibawa keluar menuju Kabupaten Sorong tanpa satu pun pengecekan di pos polisi, pos TNI, ataupun instansi lainnya di pos perbatasan Klamit,” katanya.
Nabot juga menyoroti peran Majelis Rakyat Papua (MRP) yang dinilainya belum maksimal membela kepentingan masyarakat adat.
Saya minta dan tekankan kepada anggota MRP yang mewakili Sorong Selatan tolong lihat masalah ini Jangan diam. Kayu besi atau Kayu Merbau itu bukan sekadar kayu itu adalah rumah kami, tempat kami berdoa, tempat kami menjalankan ritual adat. Kalau kayu besi habis, habis juga identitas kami sebagai orang Papua,” katanya.**
Penulis : Jensen Segeit