Gunungsitoli, roternews.com - Aktivitas perusahaan AMP (Asphalt Mixing Plant) yang beroperasi di wilayah Teluk Belukar, Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kota Gunungsitoli, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Warga dari teluk belukar yang tidak mau disebut namanya mengeluhkan polusi debu pekat dan material tanah yang mencemari lingkungan serta merusaknya jalan APBD akibat lalu lalang kendaraan berat pengangkut aspal dan batu dari lokasi AMP.
Kondisi jalan di sekitar lokasi, termasuk akses menuju Pantai Hoya hingga jalan provinsi, dilaporkan menjadi kotor, berdebu, bahkan membahayakan kesehatan warga. Debu yang beterbangan setiap hari dianggap telah menyebabkan gangguan pernapasan, terutama pada anak-anak, serta mengganggu aktivitas harian warga.
“Kami sangat terganggu. Anak-anak mulai batuk, mata perih, dan tidak bisa bermain seperti biasa. Padahal ini jalan umum, bukan milik AMP. Mereka seenaknya saja menebar debu dan tanah,” ungkap seorang warga kepada media.
Keresahan warga semakin memuncak setelah muncul dugaan bahwa AMP tersebut belum memiliki izin resmi untuk beroperasi. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan penanggung jawab lapangan AMP, Azmir, saat dikonfirmasi beberapa awak media.
“Kami belum bisa memberi pernyataan resmi terkait keluhan masyarakat. Saya hanya penanggung jawab lapangan dan tidak berwenang bicara soal izin ataupun dampak lingkungan. Tapi akan kami sampaikan ke direktur perusahaan,” ujar Azmir, seraya menyebut bahwa proses perizinan masih "dalam program sistem berjalan".
Pihak humas AMP yang berinisial Harefa juga sempat dikonfirmasi melalui WhatsApp, namun tidak memberikan tanggapan apa pun hingga berita ini diterbitkan.
Situasi ini memicu pertanyaan besar dari masyarakat: bagaimana mungkin industri berskala besar seperti AMP dapat beroperasi tanpa izin yang jelas dan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan warga?
Warga menilai keberadaan AMP telah melanggar hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa "setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat."
Jika tidak segera ditangani, warga khawatir kondisi ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum lingkungan, sekaligus mencoreng wajah pemerintahan daerah yang seharusnya berpihak pada keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya.
“Kami tidak menolak pembangunan. Tapi semua harus melalui proses yang benar dan menghormati hak masyarakat,” tutur kata mengakhiri.
( Deni Zega )