Kabupaten Tasikmalaya, ROTENEWS.COM – Ketua Wahana Lingkungan dan Pendidikan Sosial (WALPIS) Kabupaten Tasikmalaya, Riyan Nurfalah, secara terbuka menyampaikan kritik tajam terhadap cara Kementerian Agama Kabupaten Tasikmalaya memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah. Ia menilai, perayaan yang dilakukan Kemenag Kabupaten Tasikmalaya dengan menggelar acara dangdutan di halaman kantor justru mencederai nilai-nilai keislaman dan jauh dari semangat spiritual yang seharusnya menjadi inti dalam menyambut tahun baru umat Islam. Jum'at ( 27/06/2025 )
Dalam keterangannya kepada media ROTENEWS.COM , Riyan Nurfallah menyayangkan bahwa instansi yang semestinya menjadi teladan dalam hal syiar dan moral keagamaan justru memilih bentuk hiburan yang dinilainya kurang mencerminkan identitas lembaga keagamaan.
"Seharusnya Kementerian Agama menjadi garda terdepan dalam menyebarkan syiar Islam yang mendidik dan mengajak umat kepada kebaikan. Tapi ini justru malah menggelar dangdutan di halaman kantor, pada hari yang sangat mulia bagi umat Islam. Ini sungguh ironis dan mencederai semangat 1 Muharram," ujarnya dengan nada kecewa.
Menurutnya, peringatan Tahun Baru Islam idealnya diisi dengan kegiatan yang lebih mendalam secara spiritual, seperti tabligh akbar, doa bersama, muhasabah, dzikir, dan kegiatan sosial. Dengan menggelar pertunjukan dangdut, ia menilai Kemenag Kabupaten Tasikmalaya telah kehilangan sensitivitas terhadap momentum sakral dan menjadikan perayaan keagamaan sebagai panggung hiburan yang tidak tepat konteksnya.
"Kami dari WALPIS tidak anti hiburan, tapi hiburan itu harus ditempatkan pada konteks yang benar dan tidak menabrak nilai-nilai keislaman. Apalagi ini dilakukan oleh institusi Kementerian Agama. Bayangkan kesan apa yang muncul di masyarakat? Bukannya jadi panutan, malah menciptakan kontroversi," tegas Riyan.
Ia pun mendesak agar Kepala Kemenag Kabupaten Tasikmalaya memberikan klarifikasi kepada publik dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan tersebut. WALPIS juga akan melayangkan surat resmi sebagai bentuk protes dan permintaan penjelasan atas kegiatan yang dinilai tidak mencerminkan etika kelembagaan keagamaan tersebut.
Menanggapi sorotan dari WALPIS, masyarakat pun memberikan beragam tanggapan. Sebagian mendukung kritik tersebut, sementara sebagian lainnya menilai acara tersebut sebagai bentuk pendekatan yang lebih inklusif terhadap masyarakat. Namun polemik ini menunjukkan bahwa publik masih memiliki ekspektasi tinggi terhadap lembaga keagamaan, terutama dalam menjaga kesakralan momen keagamaan.
Kontroversi ini menjadi catatan penting bagi Kementerian Agama, agar ke depannya dapat lebih bijak dan sensitif dalam menyusun agenda-agenda keagamaan, terutama yang melibatkan ruang publik dan berdampak pada persepsi umat.
Penulis : Rian Yuliana